KALTIMZONE.COM, SAMARINDA – Aksi menuntut penyelesaian aktivitas tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) mencuat ke permukaan ketika Aliansi Mahasiswa Penggerak dan Pembaharu melancarkan protes di depan Kantor Gubernur pada Kamis (4/1/2024) siang.
Aliansi Mahasiswa Penggerak dan Pembaharu, yang terdiri dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Samarinda, Jaringan Pemuda Pembaharu (JAMPER), Jaringan Aksi Kota Samarinda (JAKKSA), dan Front Aksi Mahasiswa Kaltim, mengeluarkan pernyataan mengecam maraknya praktik pertambangan ilegal di Kaltim.
Menurut salah satu demonstran, fenomena kerusakan lingkungan akibat tambang masih kerap ditemukan. Pasalnya, hal tersebut menandakan bahwa terdapat kelemahan dalam pengawasan dan penegakan hukum oleh pihak pemerintah. Sehingga, menyebabkan terbukanya pintu kejahatan struktural terkait eksploitasi sumber alam batu bara tanpa mematuhi regulasi yang berlaku.
Lanjutnya, segala jenis aktivitas seperti hauling truck batu bara ilegal dengan menggunakan jalan umum di beberapa daerah seperti Kutai Kartanegara, Samarinda, dan Berau, telah mengalami kerusakan. Sehingga berdampak pada pengguna jalan yang menyebabkan kejadian lakalantas dapat memakan korban kerap terjadi.
“Ini adalah kejahatan yang mesti di tuntaskan, kita tidak bisa membiarkan seorang warga biasa berjuang bertahan hidup dari praktik ini,” ungkapnya Nazar salah satu demonstran.
Berdasarkan keterangan yang diberikan, dengan merujuk pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, disebutkan bahwa bumi dan kekayaan alam di dalamnya telah dikuasai oleh negara dan harus dimanfaatkan untuk memakmurkan masyarakat.
Menurut hasil kajian yang telah dilakukan pihak Aliansi, sejak disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, praktik pertambangan ilegal semakin banyak ditemukan di Kaltim. Bahkan, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat kerugian negara mencapai Rp 40 triliun per tahun akibat penambangan batu bara ilegal di seluruh Indonesia.
“Praktik pertambangan ilegal di Kaltim, itu membuktikan bahwa saat ini Kaltim juga merupakan salah satu yang berkontribusi terhadap tingginya kerugian negara,” ucapnya.
Tak ketinggalan, Ketua PMII Samarinda, Ahmad Naelul Abrori menegaskan upaya yang telah dilancarkan pihaknya bersama kawan-kawan aliansi merupakan kegiatan aksi bukan dialog.
“Kami disini sedang melaksanakan aksi, bukan dialog, kalau ingin kami bubar datangkan Pj Gubernur sekarang, kita butuh kehadirannya untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, bahwa saat ini Pj Gubernur mesti memberikan ketegasan terhadap praktik tambang ilegal yang ada di Kaltim. Menurutnya, persoalan tersebut tidak boleh ditunda-tunda mengingat korban akan berjatuhan jika dibiarkan. Terlebih regulasi menyangkut persoalan tersebut yang terkandung dalam UU Minerba Pasal 158, 161, dan 164 jelas berlaku.
“Dan PJ Gubernur harus tegas, buat surat rekomendasi ke Pemerintah Pusat yg mengeluarkan izin perusahaan tambang di Kaltim untuk di cabut izinnya apabila terbukti menerima, menampung, membeli dan menjual tambang ilegal ke perusahaan resmi tersebut,” pungkasnya.
Dengan tegas, Aliansi Mahasiswa mengingatkan bahwa mendiamkan kejahatan adalah sebuah kejahatan yang tidak terampunu, dan kekuasaan sudah mesti dipergunakan untuk mensejahterakan masyarakat.
Dalam pernyataan resminya, Aliansi Mahasiswa menuntut komitmen dari Pemerintah dan Kepolisian Daerah Kaltim untuk tidak diam membiarkan masyarakat sengsara. Pun juga, pihaknya mendesak untuk bersama-sama menjaga sumber daya alam dan mengevaluasi aparat penegak hukum terkait penanganan pertambangan ilegal.
Selain itu, pihaknya juga mendorong Kapolda Kaltim untuk refleksi serta evaluasi diri dan melakukan investigasi terhadap keterlibatan pihak-pihak terkait, sesuai dengan Pasal 161 UU Minerba.
Terakhir, pihak aliansi menekankan urgensi pencabutan izin perusahaan yang terlibat dalam pertambangan ilegal, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan merekomendasikannya kepada Pemerintah Pusat, hal itu sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang MINERBA.
Sementara itu, pihak Gubernur melalui Stafsus PJ Gub Ririn mengungkapkan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh pihak mahasiswa mesti membawa surat resmi.
“Prosedurnya harus menggunakan surat, yang di serahkan administrasi untuk bertemu dan berdialog, yang jelas kami mau menerima audiensi asal sesuai dengan protokol yang ada,” ungkap Ririn.